Trs: [genksi-ipb14] Ketahanan pangan kepada pertanian, peternakan, dan perikanan


----- Pesan yang Diteruskan -----
Dari: Gun Soetopo <gunsoetopo@gmail.com>
Kepada: Alumni IPB <alumni-ipb@yahoogroups.com>; Linkerssss <ipb-link@yahoogroups.com>; Genksi-14 <genksi-ipb14@yahoogroups.com>
Dikirim: Rabu, 27 Februari 2013 22:42
Judul: [genksi-ipb14] Ketahanan pangan kepada pertanian, peternakan, dan perikanan

 

Kang AP, dkk
Apa yg di posting Hirmen kok PhD. yg di Londo Utara itu normatip bangeet gitu yak. Kesimpulannya selalu diserahkan ke mekanisme "pasar" yg kumaha engke
Sebagai Petani, kadang sudah muak mendengarkan wejangan ttg Ketahanan Pangan, yg selalu ujungnya ya diserahkan ke mekanisme kumaha engke.
Permasalahannya ada dan banyak utk sampai ke Ketahanan Pangan, dan permasalahan dan solusinya pada kumaha engke.
Ada benang merah yg aku raba, bahwa negara2 yg sudah 10 besar Pengekspor Pangan Dunia, adalah Negara2 yg sudah Aman dan stabil masalah Politik di dalam negerinya.
Walau ada beberapa Negara yg sudah ber-Ketahan Pangan tsbt he he he juga top ten Penghutang.
Benang merahnya, Indonesia mau "ngeden" (ngebet)kuat kuat utk bisa ber Ketahanan Pangan, gak bakalan tercapai sebelum ada kestabilan Politik di dalam negri. Silahkan berwacana kemana mana dan kapan saja, itu akan "teu puguh" ceunah utk bisa Ketahanan Pangannya.
Bagaimana dgn Pertaniannya ? Ya sami mawon, gak bakalan bisa swasembada apa saja, selama Politik di dalam negrinya belum aman dan stabil.
Bagaimana pendekatan mengatasinya ?
Untuk menyingkat ulasannya, ya mau gak mau, stabilkan Politik di dalam negri sampai taraf yg aman (tidak ada lagi sangka menyangka status tersangka kerna Politik) maka barulah bisa kita melangkah ke tujuan pengembangan Pertanian yg benar2 berbasis pada ilmu pengetahuan, bukan berlandaskan Politik sesaat.
Ke-2 : Kalo jelas2 dirasa penstabilan Politik di DN perlu waktu yg tidak jelas berakhirnya, maka ya taktik Gerilya utk berlaga memajukan Pertanian kudu dilakoni. Buatlah "Kementan kecil" sesuai dgn kemampuan pemenangan bergerilya.
Bergerilya itu indah, kompak dan hasilnya bisa dirasakan kemanfaatnya oleh rakyat Petani dan itulah yg kayaknya sebagai "jalan sunyi" menuju ke Ketahanan Pangan dan Pertanian yg tanggh.

Salam tek dung tek dung tralala

•|m.gun soetopo|•

From: aguspak@gmail.com
Sender: alumni-ipb@yahoogroups.com
Date: Wed, 27 Feb 2013 14:41:23 +0000
To: Alumni IPB Group<alumni-ipb@yahoogroups.com>
ReplyTo: alumni-ipb@yahoogroups.com
Subject: Re: [alumni-ipb] Ketahanan pangan kepada pertanian, peternakan, dan perikanan

 
Kalau kita bicara ketahanan apa saja, termasuk pangan, masa depan, merupakan fungsi dari kapasitas. Kapasitas ini bukan hasil mekanisme pasar semata, apalagi fungsi harga.

Kapasitas merupakan investasi kolektif nasional yg ditentukan keputusan kolektif publik. Ya tinggal tunggu saja apakah para pemimpin republik ini akan alokasikan sumberdaya untuk masa depan. Kementrian pertanian dalam tupoksi dan kekuatan pengaruhi alokasi budget atau sumberdaya lainnya dalam peraturan perundangan sekarang sangatlah kecil. Badingkan saja dgn kementrian PU, misalnya.

Sudah gitu kementrian perindustrian, perdagangan, atau lainnya juga mungkin agak jauh mikirkan pertanian. Apa untungnya mikirkan petani?

Buku Bartlett: Economics Foundation of Political Power, bisa menjelaskan mengapa sampai kuda bertanduk juga swasembada pangan atau apa saja akan sulit sekali tercapai.

Salam,

AP
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

From: Darifinsjah <darifinsjah@yahoo.com>
Sender: alumni-ipb@yahoogroups.com
Date: Wed, 27 Feb 2013 21:24:46 +0700
To: alumni-ipb@yahoogroups.com<alumni-ipb@yahoogroups.com>
ReplyTo: alumni-ipb@yahoogroups.com
Subject: Re: [alumni-ipb] Ketahanan pangan kepada pertanian, peternakan, dan perikanan

 
Kang Hi, mestinya Kementerian dan Lembaga yang urus pertanian mulai berpikir kembali, apakah self sufficient atau self sovereignty kalau nggak jelas sampai Lebaran gajah pun nggak akan beres pertanian kita.

Alhamdullilah APEC Deputies Minister and Governor meeting hari ini selesai, salah satu agenda nya adalah menyelesaikan mengenai Financial Inclusion, dan kami lanjutkan dengan member economies co chair dengan BI work shop in Financial Inclusion, sangat seru.

Decy

Sent from my iPad

On 27 Feb 2013, at 09:13, Hirmen Hirmen <hirmens@yahoo.com> wrote:

 
Seperti pernah denger....

Hi

Rabu, 27/02/2013 00:45 WIB
Eddi Santosa - detikFinance

Wageningen - Sektor pertanian, peternakan, dan perikanan menghadapi kendala. Impor dengan jumlah terbatas tetap perlu dilakukan, demi menjamin ketersediaan pangan. 

Demikian benang merah pemaparan Atase Pertanian KBRI Roma Dr. Hamim dalam diskusi Lingkar Inspirasi 5: Ketahanan Pangan Indonesia, yang digelar Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Kota Wageningen dan PPI Belanda (organisasi payung PPI seluruh Belanda) seperti disampaikan Ryvo Octaviano kepada detikcom, Selasa (26/2/2013). 

"Ketahanan pangan sendiri bertumpu kepada tiga sektor utama yaitu pertanian, peternakan, dan perikanan. Saat ini sektor-sektor tersebut menghadapi berbagai kendala dan tantangan," ujar Hamim. 

Sebagai contoh, lanjut Hamim, Indonesia saat ini mengalami tak hanya penyusutan lahan pertanian, tapi juga sistem pengairan seperti waduk dan irigasi makin banyak yang tidak berfungsi. 

"Mustahil menggenjot produksi beras tanpa menyediakan pengairannya, karena untuk 1 kg beras diperlukan sekitar 4000 liter air. Selain itu, tenaga ahli dari tahun ke tahun jumlahnya mengalami penurunan. Makin sedikit pelajar yang ingin menjadi sarjana pertanian," terang Hamim. 

Menurut Hamim, ketahanan pangan secara umum dibangun dari ketersediaan pangan yakni tersedianya bahan pangan di pasaran dan diikuti dengan keterjangkauan harga pangan oleh masyarakat. Sedangkan kemandirian pangan berarti seberapa mampu suatu negara memenuhi kebutuhannya sendiri. 

"Idealnya, Indonesia bisa memproduksi semua kebutuhan pangannya sendiri. Namun demikian, akan selalu ada fluktuasi gap antara produksi dalam negeri dan kebutuhan masyarakat," papar doktor lulusan University of Essex ini. 

Oleh karena itu, imbuh Hamim, untuk menjamin ketersediaan pangan impor dengan jumlah terbatas tetap perlu dilakukan. Hal ini untuk meredam fluktuasi harga yang tajam saat ada momen tertentu seperti gagal panen ataupun hari-hari besar. 

Yang menjadi dilema adalah menentukan seberapa besar cadangan pangan yang diperoleh via impor tersebut. Jika berlebih maka akan menjatuhkan harga pasaran yang otomatis akan memukul petani dan nelayan. 

"Namun jika kekurangan, maka terjadi kelangkaan barang dan lonjakan harga yang menyulitkan masyarakat," pungkas Hamim. 

Over-eksploitasi 

Sebelumnya Shinta Yuniarta, kandidat Phd pada Wageningen University and Research Center (WUR), menyoroti perikanan tangkap di Indonesia yang sudah over-eksploitasi dan pentingnya menjaga keberlanjutan demi ketahanan pangan. 

"Industri perikanan Indonesia semestinya menerapkan konsep perikanan berkelanjutan, yang telah diadopsi di negara-negara maju untuk menjamin keberlanjutan sumber daya perikanan," ujar Shinta. 

Dosen pada Institut Pertanian Bogor (IPB) menyarankan agar masyarakat Indonesia meningkatkan konsumsi ikan dengan diiringi kepedulian untuk memilih-milih jenis ikan yang dibeli. 

"Jika permintaan terhadap ikan-ikan yang hampir punah tersebut menurun maka otomatis eksploitasi terhadapnya menjadi berkurang," demikian Shinta. 

Petani dan Nelayan 

Pada sesi diskusi, nasib petani dan nelayan Indonesia juga menjadi perhatian. Jika Indonesia ingin menjamin kemandirian pangan, maka kuncinya adalah menyejahterakan dan memberdayakan petani dan nelayan. 

Selama ini petani dan nelayan hanya menjadi pelaku ekonomi termarjinalkan, sedangkan mata rantai perdagangan dikuasai oleh para tengkulak. Saat harga komoditas mahal, maka yang menikmati untung besar adalah tengkulak dan saat harga jatuh, petani yang rugi dan tengkulak selalu untung. 

Di sisi lain, pengetahuan petani pun masih terbatas. Misalnya dalam penggunaan pupuk, masih banyak petani menggunakan pupuk sampai dua kali lipat dari semestinya. Akibatnya biaya produksi menjadi tinggi dan otomatis merugikan petani juga lebih mencemari lingkungan. 

Dr. Hamim berpendapat sudah saatnya Indonesia mulai beranjak menuju industri pertanian atau perikanan berorientasi pada pembentukan value chain, maksudnya tidak sekadar memproduksi komoditas primer tapi sampai menjadi produk olahan dan turunannya. 

"Hal ini akan membuat petani dan nelayan lebih berdaya dan bisa untung. Diperlukan dukungan teknologi, finansial, dan kebijakan yang lebih berpihak pada petani dan nelayan," pungkas Hamim. 

Lingkar Inspirasi merupakan forum diskusi bulanan PPI Belanda, di mana pada edisi ke-5 kali ini diselenggarakan di Ruang C214, Forum Building, Wageningen University, Sabtu (23/2/2013). 

"Diharapkan melalui diskusi ini mahasiswa Indonesia di Belanda dapat menemukan tempat untuk mengasah kesadaran serta menjadikan pengetahuan mereka relevan dengan kebutuhan dan kondisi bangsa," ujar Rihan Handaulah, Kadiv Kajian Strategis dan Keilmuan PPI Belanda. 

Menurut Rihan, masukan-masukan yang didapat selain memperkaya pengetahuan peserta, juga diharapkan bisa didengar oleh para pembuat kebijakan dan seluruh pemangku kepentingan yang terkait bidang ini. 
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

__._,_.___


Comments :

0 komentar to “Trs: [genksi-ipb14] Ketahanan pangan kepada pertanian, peternakan, dan perikanan”

Posting Komentar